Kamis, 10 Januari 2019

a brave summary of two thousand and eighteen

Saya kira saya masih punya beberapa bulan lagi untuk menghilangkan rasa kaku saat menulis 2018, tapi teryata bumi sudah berputar satu revolusi penuh mengelilingi matahari. Bahkan sekarang saya harus membiasakan diri menulis numerik baru di ujung dijit angka tahun. Sudah tiga ratus enam puluh lima kali saya mengalami  rotasi bumi menukar siang dan malam, tiga ratus enam puluh lima kali menatap papar cahaya senja. Walaupun tidak setiap hari juga menatap senja. Saya bukan serupa penyair penyair yang hobi menyesap kopinya menikmati matahari perlahan habis tenggelam dilahap malam, terlebih lagi, saya bukan pengangguran. pernah ada hari-hari dimana saya setengah sebelas malam baru sampai depan pintu rumah. mana sempat lihat senja.

Dua ribu delapan belas, untuk saya, seperti arus arung jeram. deras, berbatu, banyak curug-curug mulai dari yang dangkal hingga yang terjal dan saya tidak bisa memilih untuk melewatinya atau tidak. tidak ada pilihan. itulah kenapa saya pilih perumpamaan arus arung jeram, bukan berlayar di lautan berombak, atau naik roller coaster, atau yang lainnya. sebab tidak ada kemudi, tidak ada sabuk pengaman, semua berjalan diluar dikendali saya. saya cuma memiliki modal: keberanian yang menjadi dayung dalam perjalanan dan iman yang menjadi pelampung saya. dan mungkin ditambah helm berupa kesabaran yang kelak melindungi kepala saya dari setiap goncangan-goncangan psikologis yang datang.

sebagai mana pengarung jeram, saya menghadapi jeram-jeram di jalur panjang yang akhirnya membawa saya pada hari ini. maka saya pikir tidak ada salahnya untuk berbagi cerita tentang salah satu jeram yang saya arungi di dua ribu delapan belas. semoga diantara kalian tidak ada yang mengalami jeram curam macam yang saya alami ini.


lima belas februari. saya pikir hari itu hanya salah satu hari-hari biasa. saya sudah rapi, sudah menyeduh teh, sebagaimana pagi-pagi saya yang lainnya. saya ingat terakhir saya menengok jam, sudah hampir jam delapan, segera saya ambil tas dan jaket, bersiap berangkat. dijalan sempat teringat di atas meja makan ada teh hangat yang belum sempat saya minum. 

saya menarik gas motor saya tidak lebih cepat dari biasanya, sayangnya tidak sebagaimana hari-hari biasa saya tidak sampai di kantor hari itu. gelap. saya mendengar beberapa orang berteriak, ramai. kemudian saya merasa aneh, saya tidak bisa menggerakkan tubuh saya bahkan satu gerakanpun. Dalam pikiran, saya merasa panik, saya ingin tahu apa yang terjadi, tapi kenapa begitu gelap dan kenapa tubuh saya tidak mengikuti perintah dari pikiran saya, kemudian perlahan saya merasa lelah, amat lelah. 

lalu tiba-tiba saya merasakan banyak tangan yang menyentuh tubuh saya, mungkin sepasang di kedua
ketiak lengan saya, dua di pergelangan kaki, dan rasanya beberapa di punggung belakang saya. Entah kenapa, tiba-tiba saya terbayang teh hangat di meja makan yang saya tinggal tadi. kemudian teringat bahwa saya harus sampai di kantor sebelum setengah sembilan.

kemudian entah bagaimana perlahan saya mendapatkan energi saya kembali. saya terbangun, saya menggerakan tubuh saya. tapi kenapa saya duduk di trotoar jalan? kenapa ramai sekali? saya menangkap beberapa pasang bola mata mengamati saya dengan aneh, belum pernah dalam hidup saya mendapatkan tatapan yang seperti itu.

kemudian saya menyadari ada yang aneh dalam mulut saya. saya bangun menggerakan tubuh saya, meludah ke sebelah kiri. darah kental keluar dari mulut saya, ada potongan daging aneh terasa di dalam mulut saya. barulah saya sadar ternyata jilbab saya sudah penuh darah. pagi itu roda motor saya beradu dengan roda belakan pengendara di depan saya. saya sempat lihat. dua pria bercelana pendek tak berhelm. beat warna merah. roda mereka menyeret roda depan saya ke kanan. saya jatoh ke kiri, dengan dagu mendarat lebih dulu. 

barulah rasa sakit menjalar keseluruh tubuh saya. saya tidak tau apa yang harus dipikirkan saat itu. ada banyak. Ibu, Ayah, kantor, rumah sakit mana saya akan di bawa. ada banyak yang saya ingin tanya dan katakan, tapi tubuh saya bukan milik saya rasanya hari itu. lidah saya robek 2/3 dari lebar keseluruhan, saya tidak tahu seperti apa bentuk wajah saya. saya bisa merasakan daging menjuntai dari dagu saya. terlalu ngilu untuk saya mengingat semuanya.

setelah itu saya hanya berusaha tidak memikirkan apa apa, saya hanya diam dan pasrah sambil memandangi lampu operasi. 3 perawat menangani saya, saya turuti semua perintahnya. kali pertama dalam hidup saya mendapatkan jahitan, saya langsung dapat di empat tempat berbeda. tapi dari semua bagian, yang paling berpengaruh terhadap psikologis saya kemudian adalah lidah.
belum pernah dengar lidah dijahit? sama, saya juga. 

tapi, yang paling berat justru adalah hari-hari setelahnya. betapa tertekannya psikologis saya hari-hari setelah itu. buat saya, itu masa-masa tergelap dan paling menakutkan. benang jahitan yang ditanam untuk menyambung bagian yang robek dalam mulut saya terasa seperti gumpalan kawat tajam tak beraturan yang ditanam didalam lidah. saya tidak bisa makan selama satu minggu kecuali jus buah yang harus di blender halus. cara makannya dengan memasukan sedotan ke mulut bagian samping hingga mencapai ke pangkal tenggorokan. butuh satu bulan untuk saya bisa kembali mencicipi nasi. entah berapa kali saya menangis dalam sehari membayangkan betapa sebelumnya hal kecil yang paling mudah seperti makan dan berbicara menjadi seperti hal yang terasa mustahil sekarang.

saya menangisi ketakutan saya, apa yang akan saya lakukan kalau hidup saya seperti ini selamanya. 

"apa ada oarang yang sebelumnya mengalami ini?"

"kalo nanti ngga bisa ngomong lagi, aku gimana?"

"mau jadi apa? gimana perasaan ibuku?"

pertanyaan-pertanyaan kelam bergema saling sahut satu dengan yang lain. kepala saya serasa diputar, kadang ingin mengumpat, tapi untuk membuka mulut saya saya setengah mati rasanya. tapi yang lebih sedih lagi, ketika kadang saya ingin mengucap istighfar dan berdoa pada Allah, mengadu pada yang maha kuasa tapi tidak bisa. kata-kata dalam pikiran saya terjebak tidak bisa saya keluarkan, membuat batin makin penuh sesak. akhirnya selalu hanya tangis tanpa suara yang membasahi pipi saya.

kalau kamu mau lihat bintang mana yang paling cerah bersinar di langit, datanglah ke ladang atau gurun gelap yang jauh dari lampu-lampu kota dan keramaian. dimasa gelap dalam hidup seperti inilah saya bisa lihat orang-orang yang hatinya memancarkan ketulusan pada saya. hanya setelah jatuh kedalam jeram yang menenggelamkan hampir semua energi positif dan kepercayaan diri yang susah payah saya bangun sepanjang hidup saya, saya kemudian bisa mengerti seperti apa saya disimpan dalam folder memori setiap orang yang saya kenal.

kamu akan terkejut dibuatnya. atau paling tidak seperti itu saya dibuatnya. orang yang kamu yakini selama ini perduli padamu bisa jadi hanya proyeksi ekspektasi dirimu sendiri. karena orang-orang ini tidak pernah menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya, jadi kamu menciptakan fantasi seperti yang kamu harapkan. orang yang seperti ini akan datang padamu, menanyakan kabarmu, tapi justru menambah suasana berkabung dihatimu.

rasa kecewa terhadap kenyataan bahwa beberapa orang tidak memberikan dukungan yang seperti saya harapkan sempat membuat saya merasa tenggelam lebih dalam lagi dalam kesedihan. tapi disini jugalah, saya bisa lihat mereka yang benar benar berdiri mendukung saya, tidak hanya melihat luka saya dari perban yang membalut tubuh saya tapi lebih dari itu, mereka melihat luka yang lebih besar di dalam sana. memeluknya dengan hangat, mengeringkannya dengan cahaya ketulusan yang mereka berikan dari hati mereka.

orang-orang ini menumbuhkan rasa syukur dalam hati saya. sesuatu menjadi istimewa dan indah karena terbatas adanya. saya mulai memfokuskan energi saya untuk berhenti mengasihani diri saya sendiri. saya ingin bisa mengubah posisi berbaring atau bangun dari tempat tidur saya tanpa harus memanggil bantuan orang lain. saya ingin dapat mengangkat sendok dan mengunyah makanan kesukaan saya. saya ingin bisa membuka lemari memilih pakaian mana yang ingin saya pakai hari ini dan mengenakannya sendiri. saya ingin ikut menyanyikan lagu-lagu baru ketika diputar di tv atau playlist spotify sambil menggerakkan kedua tangan saya dengan bebas. namun lebih dari itu, saya ingin sembuh dan berterimakasih kepada orang-orang yang telah dengan tulus memberikan dukungan pada momen dimana saya paling membutuhkannya. saya ingin bisa bangun kedapur sendiri, menyeduhkan mereka teh, dan berbincang dengan mereka.

dengan cepat saya belajar bahwa memiliki pilihan adalah sebuah kemewahan dan andilnya besar untuk membuat kita bahagia. tiba-tiba kenangan seperti berbincang di meja makan dengan ayah ibu, atau berdebat dengan adik perempuan saya, tertawa lepas bersama sahabat-sahabat saya menjadi sebuah harta karun bagi saya. saya berjanji akan lebih mensyukuri dan menghargai rutinitas harian saya.

kabar baiknya, proses recovery saya berjalan sesuai perkiraan, bahkan sedikit lebih cepat. sekitar setelah dua minggu pulang pergi terapi, tangan kiri saya akhirnya perlahan mulai bisa digerakkan kembali. perlahan saya bisa sedikit-demi sedikit melakukan kegiatan tanpa orang lain walaupun  memakan waktu lebih dari dua kali lipat dari saat sperti saya normal dulu.


sekarang, sudah hampir setahun dari masa-masa kelam itu, saya sudah pulih walaupun beberapa bagian tidak bisa kembali seratus persen seperti saat saya normal. saya tidak bisa berlari terlalu lama atau lutut kiri saya akan terasa nyeri, saya tidak bisa lagi membuka kemasan dengan menggigit ujung kemasan saset seperti yang selalu saya lakukan dulu. benturan keras di dagu saya waktu itu sedikit merubah posisi rahang saya sehingga membuat gigi saya tidak sejajar sempurna. tapi sangat sedikit, sehingga orang hampir mustahil untuk menyadarinya. tentu saya bisa kembali bicara. hal yang paling melegakan dari selurug proses penyembuhan setahun ini. dan lagi, namun tidak sama seperti saya normal dulu.

benang jaitan saya menyatu dengan lidah, membuat lidah saya terasa lebih tebal. dan saya harus membawanya bersama sisa hidup saya. tapi daripada menyesalinya saya memilih untuk menjadikannya sebagai pengingat, betapa besar pentingnya bersyukur terhadap hal-hal yang bahkan kita pikir 'hanyalah' hal yang wajar. tahap akhir dari perkabungan adalah penerimaan. penerimaan bukan berarti rasa dukamu hilang, melainkan pemahaman dan kesadaran bahwa kamu akan membawa duka itu terus sepanjang hidupmu. dan menjadi bagian dari dirimu dimasa depan bahkan harus membuat kamu bersinar lebih terang dari sebelumnya.

saya yakin ada banyak orang diluar sana yang mengalami hal-hal lebih menyakitkan, melewati ruang-ruang yang jauh lebih gelap. dan saya sangat salut pada kalian yang bisa melewatinya. dan bagi teman-teman yang mungkin saat ini sedang membaca tulisan saya, semoga kalian tidak perlu mengalami apa yang saya alami untuk bisa menjadi orang yang lebih bersyukur.

dari sejak menghadapi jeram-jeram yang ada di tahun dua ribu delapan belas saya (termasuk ini salah satunya) saya berproses menjadi orang yang memiliki pikiran lebih terbuka. saya seperti dipertemukan kembali dengan diri saya delapan tahun lalu, dimana saya masih menjadi anak SMP, belum mengenal dunia dewasa yang kebahagiannya dihitung dengan angka. dan pada tahun itu juga saya memutuskan untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak berkontribusi apapun bagi kebahagiaan saya. melanjutkan dan berfokus pada apa yang saya miliki. dengan luar biasa, saya jadi merasa mengenal diri saya sendiri. dan lebih dari itu, menerima dan menyayangi diri saya sendiri.



dua hari yang lalu saya berdiskusi dengan dua teman dekat saya tentang apa-apa yang belakangan mereka lewati lewat grup whatsapp. kemudian salah satu dari mereka melempar pertanyaan yang membuat saya terfikir untuk membuat tulisan ini,

"lagi adem amat sih lo, ney, kayaknya hidupnya? :')"

karena tidak mungkin saya menjawabnya dengan semua yang saya sudah tulis di blog ini, maka saya putuskan dengan menjawabnya dengan haha hehe. saya tentu saja masih punya masalah, masih mengeluh kalau air yang saya isi untuk mandi dipakai orang dan saya harus menunggu lagi sampai bak penuh. saya tetap dengan emosi me-report/suspend twitter orang-orang yang suka menyebar hatefull tweet terutama tentang idola saya. saya masih insecure terutama kalau sedang bokek. tapi saya hanya memutuskan untuk lebih menikmati hidup saya. bukan karena pencapaian-pencapaian yang telah saya miliki, melainkan karena saya masih bisa memencet tombol starter pada marwan motor saya. memakai kaus kaki yang baru habis dicuci dan membuat telur dadar di hari minggu pagi. nonton national geographic dan cartoon network bersama ayah saya, serta menyaksikan kucing saya menggaruk telinga dengan cakarnya.


apapun yang kamu kerjakan hari ini, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita panjang saya. semoga cerita saya tidak sekedar membuang sia waktumu dan ada hal baik yang bisa merubah cara pandangmu pada hidup. atau paling tidak semoga bisa sedikit menghangatkan harimu. kunjungi lagi saya di lain waktu kalau kamu mau. akan saya bawakan cerita lainnya atau bawakan pada saya ceritamu, saya akan dengan senang hati membacanya..





with love,
ney.