Kamis, 07 Januari 2016

KITA, Dua yang Seperti Apa?

Kita hanya dua yang menerka-nerka; apa kita memiliki rasa yang sama? Atau bahkan kita ini apa? Memiliki tidak, merasa kehilangan iya.
Kita ini hanya sebatas ingin, yang tidak pernah benar-benar saling mewujudkan.
Kita hanya dua yang masih menduga; cinta sudah hadir di antara kita atau hanya kagum semata.
Kita adalah dua yang ingin memiliki, tapi terlalu mentuhankan gengsi. Hingga untuk mengucapkan cinta sunguh susah sekali. 
Atau barangkali kita dua yang diam-diam mendamba; kau untukku saja, aku untukmu sukarela. 
Atau kita ini adalah sepasang bodoh, yang dengan sombong mengaku tanguh, tapi nyatanya kita kalah dan dengan sukarela memutuskan pisah.
Bahkan berpisah sebelum semua jelas mengikat, ah kita memang benar-benar sepasang dungu; terjerat pilu kehilangan yang membisu. 
Atau kita ini adalah sepasang yang sok pintar, yang seolah sudah saling memiliki padahal kata saling cinta saja belum kita dengar.
Juga dua yang berlagak paling benar, menakar rasa satu dan lainnya seolah perasaan kita adalah sama. Sementara pasti belum kita sepakati.
Sementara bisa saja kita hanya sepasang yang sedang saling penasaran, tidak benar-benar saling tertarik apa lagi ingin saling terikat.
Juga bisa jadi kita adalah dua yang saling menimang; mencipta nyaman di antara kita, niat berteman tak ada lebihnya. 
Bisa saja kita hanyalah sepasang bosan, yang sedang mencari pelarian, dan tidak benar-benar saling menginginkan.
Bagaimana dengan dua kesepian yang sedang mencari keramaian di setangkup perhatian-perhatian dan kekhawatiran-khawatiran? Bisa saja bukan?
Bisa saja kita hanya si sialan, yang hanya ingin mempermainkan, lalu meninggalkan tanpa beban.
Kau terlalu kejam, kurasa.
Di balik semua definisi kita, satu yang selalu kusemogakan; kita dua yang saling mencari dan menemukan, dua yang diperuntukkan.
Aku tidak kejam, hanya saja aku takut tengelam pada semua harapan yang bisa membuat patah hati dengan dalam.
Ketakutanmu beralasan, selama masih ada teori ‘di mana ada pertemuan di situ ada perpisahan.’ Tetapi, untuk kita beda cerita, aku ingin selamanya saja.
Selamanya apa masih ada, sedangkan rasa cinta antara kita saja belum tentu ada.
Kucinta kau.
Kini sudah ada.
Bagaimana denganmu? Kuharap jawaban serupa
Jangan buru-buru, yang terlalu suka menipu, pun soal cintamu itu, bisa saja itu palsu.
Persetan dengan terburu-buru ataupun terlalu cepat. Padamu, aku mulai terjatuh. Izinkan kurengkuh kasihmu, Kekasih.
Padamu aku juga ingin jatuh, tapi aku hanya akan memberikan hatiku separuh, apa kau masih mau?
Tak mengapa kini separuh, barangkali sore nanti bisa kudapat seluruh.

***

selamat siang, tuan. jangan lupa makan, kau butuh tenaga untuk menghadapi dosen pembimbingmu.
Salam, Nona kumis tipis.





via: http://aksarannyta.tumblr.com/